Cendawan Endofit Sebagai Pengendali Hayati
I. Latar Belakang
Secara
teknis, pengendalian hayati lebih unggul dibandingkan pengendalian
dengan cara kimiawi karena selain efektif dan efisien juga ramah
lingkungan. Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agensia
hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan berbagai patogen pada
tanaman, sebenarnya sudah cukup menggembirakan walaupun masih sedikit
yang dapat digunakan secara efektif di lapangan. Dampak positif dari
pengendalian hayati penyakit tanaman diperoleh secara berangsur-angsur
dan berkesan lambat dibandingkan penggunaan pestisida.
Cendawan endofit merupakan salah satu agen pengendali hayati yang saat ini mulai banyak dikenal oleh masyarakat. Cendawan
Endofit dapat diartikan sebagai simbiosis mutualistik dengan batang,
pohon, daun, rumput atau herba sebagai inangnya. Hampir semua tanaman
tingkat tinggi dapat mengandung beberapa cendawan endofit yang mampu
menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder. Beberapa kajian
terhadap cendawan endofit terbukti memiliki potensi ekonomi yang cukup
tinggi, baik sebagai bahan baku obat, maupun penghasil senyawa bioaktif
lain yang bermanfaat dalam bidang pertanian (Lestari, 2011).
II. Mengenal Cendawan Endofit
Mikroba
endofit merupakan mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman, tanpa
menimbulkan gejala penyakit pada tanaman inangnya. Hubungan antar
mikroba endofit dengan tanaman inangnya merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisma, yaitu sebuah bentuk hubungan yang saling
menguntungkan. Mikroba endofit dapat memperoleh nutrisi untuk melengkapi
siklus hidupnya dari tanaman inangnya, sebaliknya tanaman inang
memperoleh proteksi terhadap patogen tumbuhan dari senyawa yang
dihasilkan mikroba endofit (Prihatiningtias, 2005 dalam Haniah, 2008).
Asosiasi
cendawan endofit dengan tanaman inangnya digolongkan dalam dua kelompok
yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif
merupakan asosiasi yang erat antara cendawan dengan tumbuhan terutama
rumput-rumputan. Pada kelompok ini cendawan endofit menginfeksi ovula
(benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan
inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara cendawan dengan
tumbuhan inang yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan
udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali
berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama
(Carol, 1988 dalam Haniah, 2008).
Cendawan endofit yang tidak menyebabkan gejala penyakit diteliti lebih dari 300 spesies tanaman, sebagian besar dari kelas Ascomycetes (Carol, 1988 dalam Istikorini, 2008). Beberapa cendawan yang tergolong endofit adalah Acremonium, Fusarium, Trichoderma, Colletotrichum, Gliocladium, Alternaria, Beauveria, Penicillium, Mucor dan Phylosticta (Amin et al, 1997 dalam Istikorini, 2008). Pada akar Lepanthes (Orchidaceae) ditemukan cendawan endofit Colletotrichum, Aspergillus, Penicillium, Pestalosia dan Phoma (Bayman et al, 1997 dalam Istikorini, 2008).
III. Potensi Cendawan Endofit sebagai Pengendali Hayati
Potensi
cendawan endofit sebagai agen pengendali hayati, antara lain karena
endofit hidup dalam jaringan tanaman sehingga dapat berperan langsung
dalam menghambat perkembangan patogen dalam tanaman (Niere, 2002 dalam
Istikorini, 2008). Mikroba endofit dapat melindungi tanaman inang dari
serangan patogen dengan senyawa yang dikeluarkannya, berupa senyawa
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi
untuk membunuh patogen (Prihatiningtias, 2011). Cendawan endofit dalam
tanaman diketahui dapat menyebabkan berkurangnya kerusakan pada sel atau
pada jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan
fotosintesis sel jaringan tanaman yang terinfeksi patogen tular tanah
(Sinclair & Cerkauskas, 1996 dalam Istikorini, 2008).
Keberadaan cendawan endofit dapat ditemukan baik pada tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth, 2002 dalam
Istikorini, 2008). Kolonisasi cendawan endofit dapat meningkatkan
senyawa fenol dalam inang, Senyawa fenol dapat menghambat patogen secara
langsung atau dengan produk oksidasinya dan juga dengan meningkatkan
perubahan metabolik kompleks seperti senyawa yang dapat membentuk barrier pertahanan (Agrios, 1997; Gazoni & Stegman, 1997 dalam Istikorini, 2008).
Mekanisme
penghambatan cendawan endofit terhadap patogen dapat secara langsung
dengan mekanisme antagonis dan secara tidak langsung dengan mekanisme
ketahanan terinduksi. Perlindungan tanaman dengan ketahanan terinduksi
didasarkan pada rangsangan mekanisme ketahanan oleh adanya perubahan
metabolik yang memungkinkan tanaman untuk lebih mengefektifkan
ketahanannya. Diperkirakan ketahanan terinduksi dapat berkembang apabila
sel-sel tanaman mampu menghasilkan enzim-enzim baru yang mengaktifkan
gen tanaman yang bertanggung jawab dalam mekanisme ketahanan tanaman
tersebut (Agrios, 1997 dalam Istikorini, 2008).
Penggunaan
cendawan endofit dari kelas Actinomycetes sebagai agen pengendali
hayati mempunyai keuntungan yaitu kemampuannya untuk menghindari
persaingan dengan sebagian besar mikroorganisme tanah dan rhizosfer
karena cendawan dari kelas Actinomycetes ini hidup di dalam jaringan
akar tanaman (Coombs & Franco, 2003 dalam Anugrahwati,
2011). Keberadaannya di dalam jaringan hidup tanaman selama pertumbuhan
tanaman memungkinkan induksi resistensi sistemik yang dapat memberikan
perlindungan yang lebih baik pada tanaman (Sturz et al, 2000; Siddiqui & Shaukat, 2002 dalam Anugrahwati, 2011).
Salah
satu contoh penggunaan cendawan endofit adalah untuk mengendalikan
penyakit VSD pada tanaman kakao di pulau Sulawesi. Penelitian penggunaan
musuh alami untuk mengendalikan penyakit VSD belum pernah dilakukan
baik di Sulawesi, maupun di negara lainnya. Pengendalian biologi memungkinkan
untuk dilakukan, namun harus menggunakan musuh alami yang bersifat
endofit untuk bisa berkompetisi di dalam jaringan tanaman. O. theobromae
menginfestasi jaringan xylem sehingga bisa bertahan lama dalam jaringan
tanaman. Sejumlah musuh alami yang endofit ini telah diidentifikasi
pada tanaman kakao di Panama dan Brazil seperti Colletotrichum, Botryospharia, Nectria dan Trichoderma (Mejia et al.,
2004; Samuel, 2004 dalam Rosmana, 2005). Di Sulawesi sendiri,
identifikasi cendawan endofit sedang dilakukan dan ada beberapa isolat
Trichoderma ditemukan pada biji kakao. Cendawan endofit di Panama dan di
Brazil digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk buah yang
disebabkan Phytophthora sp. dan Moniliophthora serta penyakit sapu setan yang disebabkan oleh cendawan Crinepellis perniciosa. Penggunaan cendawan endofit ini mungkin dapat dilakukan melalui daun-daun terserang atau melalui penginfusan.Oleh : Ramadhan Fitria .